Sebuah penelitian terbaru di Cina mengungkap perilaku seksual manusia
purba. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLoS ONE, Selasa, 19
Maret 2013, itu menyebutkan manusia purba sering melakukan kawin saudara
(inbreeding).
Fosil fragmen tengkorak manusia purba
yang ditemukan di Xujiayao, sebuah situs di Cekungan Nihewan, Cina
utara, menjadi bukti kuat indikasi tersebut. Keping tulang berumur
sekitar 100.000 tahun itu menunjukkan pemiliknya memiliki cacat bawaan
yang hanya dijumpai pada kasus inbreeding.
Pemimpin penelitian,
Erik Trinkhaus, mengatakan kepingan yang dijuluki Xujiayao 11 itu
hanyalah satu dari banyak contoh sisa-sisa manusia purba yang
menampilkan kelainan bawaan langka atau bahkan tidak pernah dikenal.
"Populasi
ini relatif berukuran kecil dan terisolasi. Akibatnya kerap terjadi
inbreeding," kata pria yang menjadi antropolog di Washington University
di St Louis, Amerika Serikat.
Fosil Xujiayao 11 memiliki sebuah
lubang kecil di bagian atasnya, menunjukkan kelainan yang dikenal
sebagai "foramen parietal yang diperbesar". Kelainan ini juga dijumpai
pada manusia modern yang disebabkan oleh mutasi genetik yang langka.
Trinkhaus
mengatakan, kelainan genetik menghambat pembentukan tulang tengkorak
dengan cara mencegah penutupan lubang kecil pada bagian tempurung otak
prenatal, sehingga tengkorak tidak menutup sempurna. Proses ini pada
kondisi normal terjadi dalam lima bulan pertama perkembangan janin.
"Kini mutasi seperti ini jarang terjadi. Angkanya hanya sekitar satu dari setiap 25.000 kelahiran manusia," kata dia.
Fosil
Xujiayao 11 diperkirakan milik seorang individu paruh baya. Ini
menunjukkan kelainan genetik akibat kawin saudara itu tidak mematikan.
Perubahan bentuk tengkorak terkadang dapat menyebabkan turunnya
kecerdasan seseorang. Namun, kondisi fosil menunjukkan dampak buruk
kelainan tersebut sangat kecil.
Penelitian menemukan fosil
manusia purba yang berasal dari kala Pleistosen (2,6 juta sampai 12.000
tahun lalu) cenderung mengalami kelainan genetik yang menyebabkan
perubahan bentuk. Trinkhaus dan timnya pernah menjumpai kelainan yang
sama pada fosil manusia purba di era awal Homo erectus sampai akhir era
Zaman Batu Awal.
Tingginya frekuensi kelainan genetik dalam
catatan fosil memperkuat gagasan bahwa ukuran populasi manusia purba
selama periode awal evolusi masih sangat kecil. "Konsekuensinya terjadi
inbreeding," kata Trinkhaus.
Namun, penelitian ini masih belum
dapat menjawab sejauh mana manusia purba melakukan kawin saudara. Hanya
saja, Trinkhaus melanjutkan, jika benar kawin saudara itu terjadi, meski
angkanya kecil, dapat membatalkan banyak kesimpulan genetik tentang
kapan manusia memisahkan diri dari pohon kehidupan. "Kesimpulan
mengasumsikan populasi manusia itu besar dan stabil," ujarnya.
LIVESCIENCE | MAHARDIKA SATRIA HADI
Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/03/19/095468010/Penelitian-Manusia-Purba-Kerap-Kawin-Saudara
No comments:
Post a Comment