Dalam satu sub judul tulisan yang
dihasilkan dari program Tanap tentang India, berjudul “coconuts and dubashes” ikut menarik perhatian saya karena kata itu
belum pernah saya kenal sebelumnya. Kata pertama begitu familier dan tentu saja
saya tidak mungkin lupa kata itu karena sebagai pelaku dan dan juga suka
terhadap benda itu. Nah, kata kedua “dubashes”
benar-benar mendorong adrenalin saya untuk tahu dan mengapa harus disandingkan
dengan coconuts.
Jawaban pada pertanyaan itu coba saya jawab dengan
kamus dan google translate, hasilnya
nihil. Namun saya tidak kurang akal, karena google
selalu menyediakan data untuk menjawab kata kunci (key word) untuk semua pencarian di kolom search. Hasilnya pun tidak
mengecewakan, dan setelah mencermati, saya pun paham terhadap data yang
dihadirkan dan bersumber dari India. Bagaimana arti sebenarnya? Di bawah ini
jawabannya.
Dubash adalah kata dari orang-orang Hindustan yang secara
harfiah berarti orang yang menguasai dua bahasa, atau dalam menjalankan fungsinya menjadi seorang penerjemah. Secara harfiah terdiri
dari kata dho,
artinya dua, dan bash atau bashi, artinya bahasa, dan jika digabungkan menjadi dhobash atau dubash. Kehadiran
istilah ini tidak lepas dari sejarah kekuasaan colonial Inggris di India
khususnya di Madras pada abad ke-17-19. Para Dubash ini menjadi penerjemah dan
menjadi mediator antara pedagang local dan pedagang Inggris di Madras. Pada
perkembangannya Dubash dalam menjalankan fungsinya berubah tidak hanya sekedar
menjadi mediator dan penerjemah bahasa antara pedagang dalam transaksi ekonomi
dan politik antara penduduk local dengang Inggris atau pedagang asing lainnya.
Mereka kemudian menjadi pedagang perantara. Peran mereka diperluas karena
keuntungan yang menjanjikan dari profesi mereka yang semula hanya sebagai juru
bahasa. Mereka kemudian menjadi pedagang dan pengusaha pada perkembangan
kemudian.
Para
Dubash yang terkenal adalah gubernur Perancis Pondicherry, dan Pachiyappa
Mudaliar lahir di Kanchipuram adalah salah satu dubashes paling terkenal dari
Inggris. Avadhanam
Paupiah adalah salah satu dubashes paling berbakat tetapi juga yang paling
terkenal di paruh kedua abad ke-18 sampai awal abad ke-19.
Orang-orang asing yang tidak mengetahui
bahasa lokal dan sistem perdagangan serta nilai komoditas lokal menjadi tergantung
pada dubashes bilingual ini, sehingga mereka juga mengambil kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari pedagang Eropa serta para pedagang
pribumi dengan memberikan informasi palsu tentang nilai-nilai
dari komoditas untuk kedua belah pihak. Sebagai
gambaran, mereka (para
dubash) menetapkan harga tinggi
bagi komoditi pribumi dan tidak mau menurunkan harganya, padahal mereka mereka
membeli komoditi itu dengan harga yang sudah turun dari harga yang sudah
rendah. Keuntungan inilah yang dimanfaatkan oleh para dubash sebagai pedagang
perantara. Sebuah potret memanfaatkan bahasa untuk memperoleh keuntungan dari
situasi social yang sedang berkembang dan saling ketergantungan.
Dalam
catatan sejarah perusahaan inggris digambarkan bahwa dubashes pada awalnya adalah pelayan, tetapi kemudian mereka menjadi 'agen' dan 'broker'. Pada tahun 1679, ada 12
dubashes di Madras. Dengan pertumbuhan kegiatan komersial, administrasi perusahaan menunjuk Kepala Dubash pada tahun 1679
untuk melakukan layanan tambahan di luar kegiatan komersial rutin. Misalnya,
ketika kelaparan parah melanda Madras pada 1686 dan 1687, Perusahaan meminta mereka untuk mendistribusikan makanan pada warga
yang kelaparan.
Pada awal abad ke-18, dubashes adalah pedagang terkemuka di antara
penduduk asli di Madras. Pada tahun 1717, empat pedagang utama sebagai
dubashes adalah Sunca Raman Chetty,
Bell Chetty, Colloway Chetty, dan Callastry Chetty. Sunca
Raman Chetty diizinkan untuk membeli sebuah rumah di Gerbang Tengah di
jalan Thomas Frederick untuk
digunakan sebagai gudang kain. Pada
1724, Pedagang Kepala adalah Sunga Rama dan Thumby Chetty.
Dubashes memainkan peran penting dalam urusan politik di Fort St George. Kenalan
dekat mereka dengan Gubernur dan pejabat tinggi pemerintahan dan juga pimpinan perusahaan memberi
mereka peran yang cukup besar dalam hal politik, jasa mereka sebagai penerjemah, agen, atau penerjemah sangat diperlukan. Mereka
berperan dalam membantu membuat perjanjian komersial dan politik dengan
kekuasaan lokal. Seperti yang dilakukan oleh Avadhanum Paupiah,
seorang Brahmana dari Nellore mendapatkan uang melalui hubungan yang erat
dengan Gubernur Jon Holland (1789) dan saudaranya Edward Holland, anggota
ketiga dari Gubernur di Dewan dan Presiden Dewan Pendapatan yang dibentuk pada tahun 1786.
Demikianlah sejarah dari lahirnya
konsep “dubashes” dalam sejarah India dan memberi kontribusi pada perkembangan
Ilmu Pengetahuan khususnya di Asia Tenggara yang bahasa dan budayanya amat
beragam.
Sumber: Tulisan di atas di adaptasi dari karya-karya berikut:
M. Sundara Raj, dalam : http://madrasmusings.com/Vol%2018%20No%2023/the-dubashes-of-olde-madras.html
M. Sundara Raj, dalam : http://madrasmusings.com/Vol%2018%20No%2023/the-dubashes-of-olde-madras.html
S. Mutiah, dalam http://www.hindu.com/mp/2009/08/03/stories/2009080350470200.htm
Who are the dubashes?