06 March 2011

SOEHARTO BUKAN INISIATOR SERANGAN UMUM 1 MARET 1949

YOGYAKARTA, (TNI Watch! 29/2/2000). Sejarah ditulis oleh yang menang. Sebagai pemenang dan berkuasa selama 32 tahun, Orde Soeharto telah menulis berbagai sejarah sesuai kemauan rezim itu. Salah satunya adalah sejarah soal Surat Perintah 11 Maret dan tentang Gerakan 30 September 1965. Kini yang jadi perbincangan menarik di Yogyakarta adalah: benarkah Soeharto adalah inisiator Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta yang terkenal itu?

Selama Orde Baru berkuasa, Soeharto dan pemerintahannya mengklaim, bahwa penggagas atau yang berinisiatif atas peristiwa enam jam di Yogyakarta itu adalah mantan presiden kedua RI itu. Peran Sri Sultan HB IX dipinggirkan. Klaim itu tak hanya melalui buku-buku sejarah yang dipergunakan jutaan siswa sekolah, melainkan juga melalui film. Dalam film bertema SU 1 Maret 1949 adegan pertemuan Soeharto dengan Sri Sultan HB IX dipangkas.

RRI Yogyakarta menyiarkan secara langsung pelurusan sejarah Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949 melalui siaran dialog interaktif melibatkan tiga sejarahwan yang dipancarluaskan Programa Nasional RRI Jakarta, Senin (28/2) pagi. Berikut hasil dialog interaktif yang disarikan dari Bernas (29/2). Dalam dialog interaktif menghadirkan sejarahwan UGM Drs Adaby Darban SU, sejarahwan USD Dr PJ Suwarno dan Direktur Sejarah dan Nilai Tradisional Depdiknas Prof Dr Anhar Gonggong (melalui RRI Jakarta), saksi sejarah Brigjen TNI (Purn) Marsudi dan Wakil Kepala Monjali (Monumen Yogya Kembali) Sukardono. Suwarno mengemukakan, keterangan-keterangan lisan seperti yang diungkapkan Marsudi, bahwa sebelum SU 1 Maret 1949 Soeharto menemui Sri Sultan HB IX di Kraton, benar adanya.

Bahkan, dia pun memperkuat pengakuan terhadap keterangan lisan itu dengan bukti bahwa Sri Sultan HB IX mengirim surat ke Panglima Besar Jenderal Sudirman yang isinya minta izin untuk melakukan serangan besar-besaran terhadap Belanda. Surat ini dibuat setelah pada awal Februari dia mendengar dari radio bahwa PBB akan membicarakan Indonesia. "Jadi, mengenai siapa yang berinisiatif cukup jelas, tentu saja Sultan," kata sejarahwan dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta itu.

Adapun Adaby Darban hanya mengharapkan agar saksi sejarah yang masih hidup memberikan keterangan sebagai sumber sejarah lisan secara bebas. Mengenai surat dari Sultan HB IX kepada Jenderal Sudirman dinilainya sangat penting. Dari RRI Jakarta Dr Anhar Gonggong mengatakan bahwa dirinya lebih percaya bahwa inisiatif SU 1 Maret datang dari Sultan. "Hasil seminar Seskoad yang mencari jalan tengah justru tidak benar. Kontraversi bukan dicari jalan tengahnya, tapi mana yang benar," kata Direktur Jarahnitra Depdiknas itu seraya menambahkan bahwa sebagai pelaksana dan pengatur strategi penyerangan memang Soeharto.

Mengenai seminar Seskoad (sekitar 1988) ternyata Marsudi mengungkapkan satu peristiwa yang ganjil. Menurut mantan perwira intel anak buah Letkol Soeharto itu, menjelang seminar Dan Seskoad Mayjen Darwanto menghadap Sri Sultan HB IX di Jalan Prapatan, Jakarta. Dia yang mengerti masalah SU 1 Maret ini peka ingin menanyakan kepada Sri Sultan. Dalam seminar kemudian saya menanyakan hasil pertemuan itu. Dijawab oleh Dan Seskoad, "Yang satu ini saya tidak berwenang menguraikan". "Jadi saya bertanya, bagaimana ini? Kok dicegah agar tidak diutarakan dalam seminar,"
ujar warga Jalan Namburan Lor, Yogyakarta, itu.

Di luar keterangan sejarahwan dan Marsudi tambahan keterangan yang menguatkan bahwa inisiatif SU Sri Sultan datang dari dua penelepon, yaitu Batara Hutagalung (Jakarta) dan Drs Arismunandar (Jakarta). Menurut Hutagalung, yang mengaku anak Dr Hutagalung, dia menyimpan dokumen ayahnya yang menunjukkan bahwa pada 18 Februari 1949 ayahnya ditugasi Pangsar Sudirman untuk menyampaikan surat Perintah Siasat kepada Bambang Sugeng (Komandan Brigade X) di Gunung Sumbing.

Surat Pangsar Sudirman itu, katanya, dibuat berdasarkan surat dari Sultan. Kemudian berdasarkan surat itu pula, Bambang Sugeng mengirimkan perintah siasat kepada Komandan WK III Letkol Soeharto. Jadi, katanya menyimpulkan, memang Sri Sultan lah yang berinisiatif.

Adapun Arismunandar (saat itu anggota Korps Mobile Brigade), yang mengaku adik almarhum KRT Sudarisman Purwokusumo, menyodorkan interpretasi konteks saat itu mengenai siapa yang mendengarkan siaran radio luar negeri. "Saat itu, yang punya radio dan bisa mendengar siaran radio VOA atau radio Netherland sangat terbatas, yaitu Sultan dan Sudarisman di Kepatihan. Jadi, dari situ memang bisa disimpulkan bahwa memang Sultan yang berinisiatif,"kata Arismunandar.

Interpretasi menarik juga dilontarkan mantan anggota Korps Brimob yang menjadi perwira di WK III, Letkol Pol (Purn) Sadjiman. Dia memang mengaku tidak tahu persis inisiatif itu datang dari siapa tapi tahu ada perintah SU. Namun dia bertanya-tanya dalam hati mengapa para pelaku penyerangan harus mengenakan janur kuning sebagai tanda. "Sebagai orang Yogya, saya tahu janur kuning itu simbol-simbol tertentu bagi Kraton Yogyakarta. Melihat itu saya agak condong bahwa itu perintah dari Sultan.
Karena itu perintah raja, loyalitas saya mendorong saya harus ikut menyerang," kata Sadjiman.

Pada Januari 1949 kondisi ibokota RI di Yogyakarta sudah demikian lemah, pegawai pun patah semangat, karena Presiden dan Wakil Presiden sudah ditawan dan diasingkan Belanda ke Prapat. RI vakum. Lalu, pada awal Februari 1949 Sri Sultan HB IX mendengar melalui radio, PBB akan membicarakan Indonesia. Saat itulah terlintas inisiatif di benak Sultan untuk mengadakan suatu serangan umum pada waktu pagi hingga siang sehingga dapat memberi tanda bahwa sebenarnya pemerintah Indonesia belum menyerah. Karena Sultan tidak punya pasukan, maka dia mengirim surat kepada Panglima Besar Jenderal Sudirman yang intinya minta izin mengadakan serangan itu.

Sudirman membalas surat itu dan menyarankan agar Sultan menghubungi Letkol Soeharto di Yogyakarta Selatan. Pada 14 Februari Sultan mengirim surat kepada Letkol Soeharto melalui Prabuningrat yang kemudian menyerahkannya kepada Marsudi untuk disampaikan kepada Letkol Soeharto. Surat ini permintaan agar Soeharto ke Kraton untuk merancang serangan pada waktu siang hari.

Apa yang dibicarakan dalam pertemuan rahasia itu hanya mereka yang tahu. Namun, pada 1973, saat meresmikan Monumen SU 1 Maret di Yogyakarta, Sri Sultan menyampaikannya. "Kami berdua memutuskan melakukan serangan 1 Maret. Supaya Pak Harto yang bertanggungjawab serangannya, saya menanggung risikonya di dalam kota," kata Sultan seperti dikutip Suwarno.

Namun, 16 tahun kemudian, yaitu 1989, Soeharto menerbitkan buku Soeharto: Ucapan dan Tindakan Saya, yang isinya mengejutkan. "Dalam buku itu Soeharto menulis bahwa sebelum 1 Maret dia belum pernah bertemu Sri Sultan. Lha ini yang akhirnya menimbulkan perdebatan," ujar Suwarno.

Lalu, itulah yang dipublikasikan. "Dan publikasinya sangat efektif, karena beliau saat itu Presiden," katanya. Oleh karena itu, kini, ujar sejarahwan tersebut, untuk pelurusan sejarah para saksi diharapkan bersedia bicara bebas sebab dulu tertekan. ***

Tambahan Imformasi tentang Serangan Oemoem 1 Maret 1949 Baca DISINI

sumber: http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2000/01/2397.html

04 March 2011

Sarinah : Sosok Perempuan Pejuang Indonesia

Author: Arif

I. Awalan

Soekarno adalah sosok manusia yang mempunyai arti penting bagi kehidupan bangsa Indonesia, selain pemikir yang handal dalam bidangnya, beliau juga seorang pendiri bangsa yang sama-sama kita cintai ini.

Banyak karya tulis yang sudah hasilkan, diantaranya tentang Sarinah. Dalam buku ini beliau mengemukakan bagaimana seharusnya perempuan Indonesia bertindak terutama sebagai pejuang. Disamping itu beliau juga mengemukakan ide-ide politik dan negara yang kesemuanya beliau kaitkan dengan kehadiran perempuan yang menurutnya sangat penting dalam mendukung keberhasilan perjuangan. Dengan kata lain perjuangan tanpa kehadiran perempuan tidak akan berhasil secara maksimal.

Dimungkinkan ada banyak penafsiran dari buku karya Soekarno tentang perempuan Indonesia yang tertuang dalam Sarinah. Dalam hal ini saya ingin melihatnya dari sudut pandang Feminisme Eksistensialis. Karena menurut saya dari karya beliau ini ada beberapa hal yang memang memunculkan kekentalan konsep feminisme eksistensialis.
II. Sarinah : Sosok Perempuan Pejuang Indonesia

Dalam bukunya Soekarno pertama kali yang cukup menarik adalah tentang kutipan pandangan Edward Carpenter tentang tipe perempuan pada masa dahulu yang mengatakan bahwa ada tiga tipe perempuan yang pertama adalah tipe perempuan putri atau boneka, mereka lebih mementingkan penampilan mereka, mereka begitu gandrungnya untuk mendandani fisik mereka agar menarik perhatian kaum pria. Tipe kedua adalah Nyonya atau perempuan rendahan yang begitu rajinnya bekerja untuk kelangsungan keluarga mereka yang bekerja diibaratkan bagai kuda. Tipe ketiga adalah perempuan sundal atau perempuan pelacur adalah tipe perempuan yang paling rendah.

Dari kutipan itu lalu dikembangkan bahwa ternyata pemikiran bahwa perempuan termasuk perempuan yang rendah harus dihilangkan karena perempuan pun manusia yang bisa berkarya. Dan dirasakan peran perempuan terutama dalam menyokong kehidupan keluarga pada khususnya dan masyarakat atau negara pada umumnya telah dirasakan besar peranannya. Lalu beliau mengemukakan pemikirannya tentang tingkatan pergerakan perempuan yang beliau sdur dari pemikirannya tentang perkembangan negara yang ideal menurutnya.

Secara garis besar Soekarno dalam bukunya ini ia mengemukakan ide pokoknya tentang tahapan perkembangan suatu bangsa yang dilihat dari pergerakan masyarakat atau ideologi. Ketiga tahapan ini beliau hubungkan dengan pergerakan perempuan. Adapun tingkatan pergerakan adalah sebagai berikut :

Tingkat pertama, Pergerakan menyempurnakan “keperempuanan”, yang lapangan-usahanya ialah memasak, menjahit, berhias, bergaul, memelihara anak, dan sebagainya.

Tingkat kedua, Pergerakan Feminisme, yang wujudnya ialah memperjuangkan persamaan hak dengan kaum laki-laki. Programnya yang terpenting ialah hak untuk melakukan pekerjaan dan hak pemilihan. Seorang feminis Belanda yang bernama Betsy Bakker mengatakan bahwa Pergerakan perempuan itu paling tepat dapat digambarkan sebagai satu desakan perempuan untuk dipandang dan diperlakukan sebagai manusia penuh. Tujuan yang terakhir ialah persamaan-samasekali antara kedua sekse itu, diatas lapangan hukum-hukum negara dan adat istiadat. Pergerakan feminis ini sering disebut sebagai pergerakan “emansipasi perempuan” dan aksinya bersifat menentang kepada kaum laki-laki.

Tingkat ketiga, Pergerakan Sosialisme, dalam mana perempuan dan laki-laki bersama-sama berjuang bahu membahu, untuk mendatangkan masyarakat sosialistis, dalam mana perempuan dan laki-laki sama-sama sejahtera, sama-sama merdeka. Pergerakan sosialisme ini merupakan cita-cita Soekarno baik dalam memandang pergerakan perempuan pada khususnya dan negara pada umumnya. Dan menurutnya hanya pada masyarakat sosialislah perempuan dapat menjadi perempuan yang merdeka.

Dari ketiga tingkatan pergerakan ini Soekarno juga ingin mengajak seluruh perempuan Indonesia, khususnya pada masa dimana Indonesia baru saja menghirup udara kemerdekaan, untuk bersama-sama bahu membahu membangun dan mengisi kemerdekaan dengan karya-karya terbaik dari laki-laki dan perempuan sebagai anak negeri.

Dalam buku ini Soekarno ingin menggugah kesadaran para perempuan Indonesia yang pada saat itu telah memasuki babak pengisian kemerdekaan. Beliau mengajak seluruh perempuan Indonesia untuk segera insyaf dan ikut serta dengan segera dalam perjuangan. Dan Soekarno mengutip seruan seorang tokoh pergerakan dari Spanyol yaitu La Passionaria yang menyerukan bahwa perempuan-perempuan Spanyol untuk menjadi revolusioner maka Soekarno ingin juga mengatakan :” Hai Perempuan-perempuan Indonesia, jadilah revolusioner,- tiada kemenangan revolusioner, jika tiada perempuan revolusioner, dan tiada perempuan revolusioner, jika tiada pedoman revolusioner!”.

Ucapan diatas merupakan suatu variant dari ajaran yang mengatakan bahwa ;”Tiada aksi revolusioner, jika tiada teori revolusioner”.”Teori tak disertai perbuatan, tiada tujuan, perbuatan tiada pakai teori, tiada berarah tujuan”. Dari ungkapan ini teringat kita akan doktrin yang diungkapkan oleh Kierkegaard yang mengatakan bahwa manusia harus selalu mewujudkan anggan-anggannya atau cita-citanya atau ada proses menjadi, dengan kata lain jangan kita melulu membicarakan teori tanpa mempraktekannya tanpa berani membuktikan kebenaran dari teori tersebut.

Telah dijelaskan diatas bahwa perempuan akan mencapai suatu kemerdekaan apabila mereka mau bersama-sama melakukan suatu geraka revolusioner menuju suatu tatanan mayarakat sosialis yang bertujuan mencapai suatu keadaan kesejahteraan sosial. Masyarakat sosialis ditandai oleh beberapa keadaan, menurut Soekarno, diantaranya, adanya pabrik yang kolektif, adanya industrialisme yang kolektif, adanya produksi yang kolektif, adanya pendidikan yang kolektif, sosialisme berarti adanya banyak automobil, adanya radio, adanya telepon, adanya telegrap, adanya kereta api, adanya kapal udara, adanya aspal, adanya waterleiding, adanya listrik, adanya gambar hidup, adanya buku-buku, adanya perpustakaan, adanya ilmu tabib, adanya sekolah rendah, adanya sekolah tinggi, adanya traktor, adanya irigasi dll. Semuanya dalam jumlah minimum dan didalam suasanakolektivitas. Dengan kata lain Sosialisme adalah kecukupan pelbagai kebutuhan dengan pertolongan modernisme yang telah dikolektivisasikan.

Menurut Soekarno bahwa untuk merubah suatau masyarakat dari bentuk nasionalisme menuju sosialisme haruslah melalui ravolusi. Dan konotasi revolusi menurut beliau mempunyai dua sis mata uang yang berbeda namun satu yaitu sisi destruktif dan konstruktif, disatu sisi dengan revolusi masyarakat menghancurkan keadaan yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan-kebutuhan baru dan mencoba membangun suatu keadaan yang mendukung munculnya pembaharuan. Hal ini diuampamakan oleh Soekarno bagaikan dewa Wisnu sang pemelihara dengan Dewa Siwa sang perusak, keduanya bekerja dalam satu kesatuan, serempak dan simultan.

Revolusi merupakan suatu gerakan yang bertingkat dan masing-masing tingkatan harus dilalui satu persatu, tidak bisa satu tingkatan tidak dilalui atau satu tingkatan dijalankan bersamaan dengan tingkatan yang didepannya. Masing-masing tingkatan yang hadir terlebih dahulu merupakan dasar atau fondasi bagi tingkatan revolusi didepannya.

Untuk mencapai suatau keadaan masyarakat sosialis maka Soekarno menganjurkan untuk segera melakukan revolusi sosial. Soekarno juga mengakui bahwa tulisannya yang tertuang dalam buku Sarinah ini berbau idealisme, dan berbau romantis. Dan beliau menegaskan bahwa memang tulisannya ini berbau idel\alisme dan romantis dan baliau bersyukur bahwa beliau masih memiliki perasaan “romantik Indonesia”. Dan romantiknya disini bukan mengahrapkan sesuatu yang mustahil tetapi romantik yang merindukan sesuatu hal yang diyakininya akan dapat tercapai dan beliau begitu yakin akan segera terwujud. Soekarno ingin berperan aktif dalam kehidupan bernegara demi mencapai cita-citanya, dengan mengajak masyarakat untuk berjuang, sebab beliau beranggapan bahwa adanya keharusan secara sosial politik dalam masyarakat untuk menjelmakan kejadian. Oleh karena itu beliau bangga menjadi agitator yang dengan senjata idealisme, dengan lamunan-lamunan, dapat menggugah masyarakat untuk aktif berjuang.

Soekarno juga mengemukakan bahwa revolusi yang terjadi bukanlah suatu revolusinya suatu kelas tetapi revolusi suatu bangsa, karena hanya dengan revolusi yang didukung oleh semua pihak, semua emen bangsa yang dapat mewujudkan masyarakat sosialis.

Perjuangan selalu dilakukan dengan menghubungkannya dengan kewajiban manusia sebagau warga suatu negara, karena hanya dengan negara lah kita dapat mengenal suatu revolusi, karena negara mempunyai salah satu fungsi sebagai wadah dari kumpulan manusia-manusia. Dan hal yang menarik Soekarno juga mengambil pelajaran dari kitab Bhagavad Gita yang menceritakan ucapan Kresna kepada Arjuna yang menganjurkan pada Arjuna untuk mengerjakan kewajiban tanpa harus memperhitungkan akibatnya bagi dirinya. Hal inilah yang seharusnya menjadi semboyan bagi orang yang bercita-cita.

Ajakan Soekarno pada perempuan untuk menyadari bahwa hanya dengan terwujudnya negara sosialislah perempuan dapat merdeka penuh, dan perempuan harus terus berjuang bersama laki-laki dengan sepenuh hati tanpa pamrih, secara totalitas. Dan bagi kaum laki-laki Soekarno mengajak untuk menyadari bahwa kehadiran perempuan memang sangat penting dan hal ini dibuktikan dengan ungkapan yang dilontarkan oleh Gandhi yang mengatakan :”Banyak sekali pergerakan-pergerakan kita kandas ditengah jalan, oleh karena keadaan kaum perempuan kita”. Demikian pula yang terjadi di Rusia, mereka merasa penting untuk menyadarkan kaum perempuan, membuka mata perempuan, melepaskan belenggu perempuan, “merevolusioner” perempuan, karena perempuan merupaan setengah dari tenaga manusia. Perempuan sadar adalah syarat mutlak bagi pembangunan masyarakat vertikal dan horisontal.

Diakhir buku ini Soekarno mengajak kaum perempuan untuk menyadari keberadaannya, dan tidak ada yang dapat membantu perempuan jika bukan datang dari dalam diri mereka sendiri. Kesadaran harus muncul dari dalam diri kaum perempuan sehingga mereka sadar akan kewajiban dan hak untuk bebas. Dan dengan munculnya kesadaran akan eksistensi perempuan dalam pembangunan dan perjuangan maka secara bahu membahu bersama laki-laki bekerja sama dalam emwujudkan suatu persatuan nasional guna mencapai sutau masyarakat sosialis yang utuh.

Ucapan Soekarno yang perlu menjadi perenungan kaum perempuan Indonesai saat ini adalah :” Perempuan Indonesia, kewajibanmu telah terang! Sekarang ikutlah serta mutlak dalam usaha menyelamatkan Republik, dan nanti jika Republik telah selamat, ikutlah serta mutlak dalam usaha menyusun Negara Nasional. Jangan ketinggalan didalam revolusi Nasional ini dari awal sampai akhirnya, dan jangan ketinggalan pula nanti didalam usaha menyusun masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial. Didalam masyarakat keadilan sosial dan kesejahteraan sosial itulah engkau nanti menjadi perempuan yang bahagia, perempuan yang merdeka.”
III. Akhiran

Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat bahwa ide pokok dari penulisan buku Saru\inah ini, soekarno ingin mengangkat peran perempuan yang pada awalnya kurang begitu berperan, dan ini dibuktikan dengan perkembangan sejarah dan keadaan perempuan diberbagai negara.

Lalu Soekarno juga mengemukakan adanya tiga tipe pergerakan yang disangkutkan dengan pergerakan perempuan, dari ketiga tingkat pergerakan ini Soekarno mengemukakan bahwa tingkat pergerakan sosialis-lah yang paling utama atau yang paling baik karena itu merupakan suatu cita-cita yang harus dicapai, karena menurutnya didalam masyarakat sosialis itulah perempuan dapat bereksistensi secara bebas dan merdeka. Maka dari itu seperti juga doktrik\n yang diungkapkan oleh Kierkegaard bahwa perempuan harus berani untuk menjalani proses “menjadi” atau mewujudkan cita-citanya itu agar menjadi kenyataan.

Cara untuk mewujudkan cita-ita itu adalah dengan revolusi yang bersifat destruktif dan sekaligus konstruktif. Revolusi akan sangat berhasil dilakukan apabila adanya kesadaran dari perempuan itu sendiri akan kebebasannya dan perempuan dapat menjadi subjek (Konsep Being for itself dan Being for Other dari Sartre) dan sadar bahwa keberadaannya itu merupakan penentu dari keberadaan yang lain (konsep Dasein dari Heidegger)
IV. Pustaka

Dagun Save. M, Filsafat Eksistensialisme, cet.1, Rineka Cipta, Jakarta, 1990

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Filsafat Barat 2, Cet.14, Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 1998

Hassan, Fuad, Berkenalan dengan Eksistensialisme,cet.5, Pustaka Jaya, Jakarta, 1992

Sukarno, Sarinah : Kewajiban Wanita Dalam Perdjoangan Republik Indonesia,Cet. 3, Panitya Penerbit Buku-buku Karangan Presiden Sukarno, Jakarta, 1963

Tong, Rosemarie Putnum, Feminist Thought, Allen & Unwin, Westview Press, 1998


sumber: http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/12/01/sarinah-sosok-perempuan-pejuang-indonesia/