03 November 2009

Transaksi dan Persaingan di Laut Sulawesi

ORANG LAUT – BAJAK LAUT – RAJA LAUT

Pembahasan atas Buku
Karya Prof. Dr. A.B. Lapian
Oleh La Ode Rabani


A. Pengantar
Di era karya ini ditulis terdapat banyak keraguan bagaimana menyelesaikan Topik Penelitian yang demikian “menyeramkan” dan hanya bisa membayangkan Bajak Laut dan Raja Laut di dalam film. Tantangan ini kemudian dijawab oleh A.B. Lapian yang berhasil menyusun Disertasi yang kemudian diterbitkan setelah naskah ini berumur 22 tahun lalu. Tulisan ini terasa eksklusif ketika laut mulai mendapat perhatian oleh penguasa di tingkat Negara. Lebih membanggakan lagi adalah lahirnya studi sejarah maritime di beberapa universitas terkenal seperti di Universitas Indonesia, Universitas Hasanuddin Makassar, dan Universitas Diponegoro Semarang dan juga Universitas Airlangga. Sejak saat itu perhatian pada sejarah maritime mulai dilirik untuk dikaji secara seksama meskipun masih ada banyak mahasiswa yang tidak berminat utuk menulis sejarah mairitim. Karya-karya A.B Lapian telah menjadi referensi utama dalam studi sejarah Maritim di Indonesia hingga saat ini.

B. Konstruksi Orang Laut Bajak Laut Raja Laut.
Penelitian ini dibangun di atas fondasi pendekatan struktural yang sangat ketat. Hal ini bisa dibaca dalam kategorisasi yang ketat “mana yang disebut dengan Orang Laut, Bajak Laut, dan Raja Laut”. Pendekatan sturuktural dan penggunaan ilmu-ilmu sosial dalam membangun definisi konsep Orang Laut Bajak Luat Raja Laut dan juga Adiraja Laut. Konsep dari Ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, ekonomi, dan politik ikut membantu mewujudkan hasil penelitian ini dengan baik. Pendekatan strukutural dan sedikit pengaruh Braudel dengan Total historinya yang diambil dari mazhab Anales (Prancis) yang dipelopori oleh studi-studi yang dilakukan oleh Marc Blonch dan Febvre. Di atas semua itu, pengetahuan penulis yang memadai, dukungan sumber, dan minat yang besar dari penulisnyalah yang bisa mewujudkan karya ini bisa dibaca dengan enak. Tidak salah jika saya mengatakan dua orang sejarawan dengan retorika sejarah yang terbaik di Indonesia yakni A.B. Lapian dan Dr. Kuntowijoyo. Hal ini bisa dibaca dari hasil karya yang dihasilkan oleh dua sejarawan ini.
Aktivitas kelompok sosial itu meningkat selama abad ke-19 dan mengalami kemunduran ketika ada upaya pemeberantasan yang terus menerus oleh kekuasaan kolonial yang oleh A.B. Lapian disebut sebagai Adiraja Laut karena penggunaan teknologi yang lebih maju seperti penggunaan kapal uap dan persenjataan yang lebih baik daripada yang dimiliki Bajak Laut yang mengandalkan perahu layar dengan kecepatan tinggi, tetapi harus tergantung pada arah dan kekuatan angin. Kemajuan Ilmu Pengetahuan terutama peta ikut mendorong pengetahuan tentang daerah-daerah yang menjadi lokasi bajak laut (hlm .
Membaca karya Prof. Dr. A.B. Lapian dengan judul Orang Laut Bajak Laut Raja Laut memberikan kekayaan pengetahuan memadai tentang peristiwa masa lalu yang terjadi di Kawasan Laut Sulawesi dan kawasan lain di dunia. Kategorisasi yang ketat, periodesasi yang jelas, dukungan sumber yang memadai, dan pengetahuan luas penulisnya menjadikan karya ini berbeda dengan karya-karya sejarah sebelumnya adalah kelebihan utama dari buku ini. Tidak mengherankan jika para begawan sejarawan senior seperti Prof. Dr. Anthony Reid (Sejarawan Dunia dan Asia Tenggara) dan Prof. Dr. Sartono Kartodirdjo (Guru utama sejarawan Indonesia) mengakui karya ini mengarah pada excellence. Bahkan Sartono Kartodirdjo menyebut karya A.B. Lapian ini sebagai karya terbaik. Dukungan pada karya ini secara spesifik diberikan oleh Athony Reid dengan mengatakan bahwa “tidak ada sarjana Indonesia yang telah mendemostrasikan keahliannya sebagai sejarawan yang lebih baik dari A.B. Lapian”. Itu artinya karya A.B. Lapian ini masih menjadi karya sejarah terbaik atau dengan meminjam bahasa Ambon “seng ada lawan”.
Kejelasan dari border area penelitian menjadi nilai plus tersendiri dari karya ini karena dengan batasan penelitian yang jelas. A.B. Lapian dengan sangat interaktif mampu menjelaskan hubungan sinergis dan ketergantungan antara Orang Laut Bajak Laut dan Raja Laut. Raja Laut memerlukan kerjasama dengan orang laut untuk membina kesatuan maritimnya. Sebaliknya Orang Laut memanfaatkan kerjasama ini untuk mendapatkan perlindungan dari Raja Laut. Terkadang keduanya harus bekerjasama untuk mendapatkan keamanan dan keuntungan ekonomi. Di lain pihak Raja Laut memerlukan budak-budak yang dijual oleh Bajak Laut, sedangkan Bajak Laut bisa mempertinggi prestisenya jika ia memperoleh dukungan dari Raja Laut (hlm. 14 dan 15).
Menurut penulisnya kategori Orang Laut adalah semua kelompok masyarakat yang belum atau tidak mengenal bentuk organisasi kerajaan atau Negara. Mereka berkelompok dalam perkampungan perahu, yakni mereka yang tinggal dalam perahu di lokasi tertentu seperti di teluk, danau atau muara yang terlindung dari ombak dan angin ribut. Sifat orang laut adalah mobile sehingga mereka dengan mudah berpindah tempat atau dalam banyak literature dikenal dengan sea-nomads atau sea-gypsies. Kelompok sosial ini akan berpindah jika menemukan disharmoni di lingkungannya. Mereka lebih memilih berpindah daripada terlibat dari pertikaian atau konflik (orang laut).
Orang Laut dan Raja Laut bekerjasama dengan sesama anggota kelompok masing-masing atau kelompok lain. Raja laut tidak bisa berdiri sendiri karena ia membutuhkan pengikut yang bisa terdiri dari Orang Laut dan Bajak Laut. Dalam konteks ini kapal dijadikan sebagai unit. Biasanya berjumlah lebih dari satu dalam arti satu kapal bersama penumpangnya. Sebagai gambaran, nama kapal Inggris man-o’-war dan East Indiaman merupakan kapal dari Kompeni Inggris yang melakukan pelayaran dari Eropa dan Hindia Timur.
Raja Laut merupakan kekuatan laut dan raja-raja di Asia Tenggara yang melakukan tugasnya melakukan pemayaran di perairan kerajaan. Mereka bisa melakukan kekerasan terhadap siapa saja yang memasuki wilayah perairan kerajaan tanpa mengindahkan peraturan yang berlaku. Biasanya dilakukan oleh raja laut yang mendapat ijin negara. Dalam konteks itu sebenarnya tidak semua aktivitas bajak laut bisa dikategorikan sebagai “kriminalitas”.
Penyebaran Bajak Laut di Indonesia hampir merata dan paling banyak terdapat di Laut Sualwesi dan Lingga Riau. Bajak laut yang terkenal antara lain Bajak Laut Papua (127), bajak laut Balangingi, Lanun, dan Mangindanau (137), dan bajak Laut paling terkenal adalah Bajak Laut Tobelo (131). Dalam catatan Virginia Matheson yang bersumber dari Naskah Tuhfat al Nafish mengatakan bahwa kesultanan Melayu Johor bisa mempertahankan eksistensinya karena didukung oleh Bajak Laut yang berasal dari Bugis Makassar. Dalam hikayat itu juga diceritakan adanya penguasa Bugis yang menjadi sultan di Kerajaan Johor. Dalam konteks ini Sulawesi bisa dikatakan pada abad XIX menjadi daerah yang diperebutkan antara Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut, dan Adi Raja Laut”.
Data baru dan saya kira aktual adalah adanya temuan mengenai penyebutan orang Laut oleh Melayu (Malaysia) sebagai orang Asli sedangkan Indonesia di bawah Departemen Sosial menyebut social groups itu sebagai suku terasing yang harus di beri pendidikan (hlm. 85). Labelisasi seperti itu sama saja tidak menghargai peran sosial orang laut yang dalam sejarah terkenal harmonis dan tidak pernah meminta bantuan dari negara. Karena itu pendekatan lebih manusiawi harus lebih diperhatikan.

Catatan Buku
Mengapa Adiraja Laut tidak menjadi salah satu kata dari judul buku ini? Apakah ini pesan dari sponsor (pembimbing) dalam rangka “menghilangkan” eropa sentris dalam historiografi Indonesia. Kita ketahui bahwa pada periode itu terus berjuang untuk mewujudkan jati diri peran bangsa sendiri dalam proses sejarah yang terjadi dan berlangsung di Indonesia. (historiografi Indonesia sentris).
1. Hubungan antara Bajak laut yang sudah berkembang lama di Mediterania, Yunani, Romawi, di Afrika, dan di Asia Tenggara apakah merupakan suatu kelanjutan dari proses sebelumnya.


Penutup
Sebagai catatan akhir, salah satu konsekuensi dari pendekatan struktural yang ketat adalah adanya penghilangan beberapa unsur yang ikut menjadi bagian dari struktur. Sebagai gambaran Laporan pemerintah tentang Zeeroof (perompakan Bajak Laut) yang dimuat dalam TBG, yang dimuat pada edisi tahun 1855, 1857, 1858, 1873, 1876, dan 1877 menguraikan adanya peran orang-orang Cina dalam proses distribusi hasil perompakan di Laut. Kapiten Cina dan beberapa pedagang Cina dan Raja Laut melakukan transaksi di laut Sulawesi untuk kemudian dijual di Batavia, dijual ke Pariaman, lalu didistribusi ke Singapura dan perkebunan di Deli. Kebanyakan dari proses transaski ini adalah Budak dan komoditi yang laku di pasar internasional seperti mutiara dan teripang.
Untuk menjawab pertanyaan ini adalah generasi setelah A.B. Lapian, terutama para mahasiswa dan kami yang pernah mengikuti kuliah Sejarah Maritim). Sumbangan karya ini dan berbagai pelajaran di dalam buku lebih dari cukup untuk menjadi inspirasi lahirnya karya-karya sejenis di masa yang akan datang.


Universitas Airlangga
Surabaya, 20 Oktober 2009

No comments: